Saturday, March 19, 2016

Pendidikan Indonesia : Content based learning (Pembelajaran berbasis konten) I - Taksonomi Bloom

Pendidikan kata orang adalah senjata untuk melawan kebodohan. Bagi beberapa orang hal itu nampaknya benar dan bahkan sangat benar. Saya memposisikan diri saya sebagai seorang awam ketika membaca statement itu, oh tentu saja itu benar. Namun, setelah belajar cukup banyak hal tentang pendidikan, saya rasa bahwa dalam hal melawan kebodohan kita perlu memikirkan pendidikan seperti apa yang bisa dijadikan senjata untuk melawan kebodohan? Apakah pendidikan yang menghasilkan "produk-produk" seperti "saya"? Saya menggunakan diri 'saya' sebagai contoh produk pendidikan di Indonesia yang "katanya" masih sama seperti 30 tahun lalu. Saya sejak kecil sekolah di sekolah negeri yang secara umumnya menggunakan Pembelajaran Berbasis Konten. Apa maksudnya Pembelajaran Berbasis Konten? Pembelajaran seperti ini adalah suatu proses belajar yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya untuk "mahir" dalam pelajaran yang bersifat konten atau mengutamakan kognitif siswa (kemampuan otak). Hasil dari pembelajaran seperti ini adalah siswa-siswa mampu menjadi penghafal yang handal jika ditanyakan tentang pelajaran yang diterima.

Di zaman saya (bahkan sampai sekarang), seorang yang dikatakan pandai adalah orang-orang bisa mengikuti kompetisi yang mengadu otak seperti olimpiade, cerdas cermat, dan kompetisi lainnya yang bersifat "adu otak". Sebenarnya tidak ada salahnya untuk meningkatkan kemampuan menghafal tentang konsep atau hal-hal seperti itu, namun yang menjadi masalah adalah tidak adanya pendidikan yang menyeluruh/utuh/holistik. Di sisi lain, peningkatan kemampuan kognitif siswa tetapi hanya sebagian dan tidak secara berkelanjutan.
 

Gambar di atas menunjukkan piramida dalam Taksonomi Bloom. Untuk mengetahui tentang Taksonomi Blook kalian dapat mendapatkan informasinya dengan klik di sini Taksonomi bloom.
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa dalam pembelajaran khususnya pada ranah kognitif terdapat tingkatan yaitu remembering (mengingat/menghafal), understanding (memahami/mengerti), applying (menerapkan), analyzing (menganalisa), evaluating (mengevaluasi), dan creating (membuat/menciptakan). Ke enam tahapan ini sangatlah penting untuk diketahui oleh seluruh pendidik/guru. Taksonomi Bloom menunjukkan bahwa kemampuan tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia adalah "menciptakan" atau membuat sesuatu, sedangkan hal yang paling rendah adalah mengingat/menghafal. Bertolak dari penjelasan tersebut maka dapat dikatakan, selama ini sebagian besar siswa di Indonesia hanya dididik untuk menggunakan kemampuan mereka yang paling rendah yaitu remembering (mengingat/menghafal).

Pendidikan seperti inilah yang perlu menjadi perhatian bagi kita semua bahwa selama ini, anak-anak Indonesia masih terus dihadapkan dengan sejumlah bahan/materi yang harus mereka hafal tanpa mengetahui apa dan bagaimana hal itu diterapkan. Sehingga, pada akhirnya ketika diberi masalah kita tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut karena kita tidak dilatih untuk menggunakan kemampuan kita yang lebih tinggi. Kebanyakan siswa yang hanya sampai pada tahapan memahami, mereka tidak dilatih untuk  menerapkan apa yang dipelajari. Alhasil, banyak siswa hanya bisa menggunakan kemampuan mereka yang paling dasar yakni mengingat & menghafal (bahkan untuk sekolah menengah atas).

Di zaman ini  teknologi yang canggih semakin memberikan dampak yang cukup signifikan bagi generasi muda Indonesia. Jika anak Indonesia hanya bisa mengingat dan menghafal, maka itu tidak ada gunanya dalam menghadapai tantangan zaman ini. Seorang anak yang bisa menghafal 100 negara dan ibukotanya, sangat dikagumi dan disebut pintar di zaman dulu, tetapi di zaman ini justru hal tersebut bisa dilakukan dengan mudah oleh satu sentuhan saja menggunakan google. Kenyataan yang ada sekarang adalah google lebih pintar dibanding manusia. Informasi apa saja bisa kita dapatkan dengan menggunakan internet. Namun, mengenai keterampilan/skill untuk menerapkan, menganalisa, bahkan membuat suatu inovasi hanya bisa dilakukan oleh manusia menggunakan kapasitas otak yang telah didesain sedemikian oleh Tuhan untuk difungsikan sedemikian rupa. Hal ini bisa dikatakan bahwa, fungsi guru menjadi kabur jika semua informasi bisa didapatkan melalui internet. Tentu saja tidak! Justru di sinilah peran guru sangatlah penting. Ia bertugas untuk menyaring informasi dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat informasi yang mereka dapatkan dari berbagai sudut pandang sehingga mereka mampu melihat secara jelas fungsi dan penerapan informasi yang mereka terima. Lebih lanjut lagi, guru sebagai fasilitator bisa memfasilitasi anak didiknya untuk membuat suatu inofasi yang bisa dilakukan terhadap informasi yang mereka terima.

Saya hendak menutup tulisan saya dengan suatu perkataan dari salah seorang dosen saya. "Ketika saya hanya memberikan informasi kepada kalian tanpa membiarkan kalian berargumen/berkomentar, berefleksi, memberi masukan ataupun mengkritisi informasi yang saya berikan, hal itu berarti saya telah melakukan pelecehan intelektual. Hal itu pula berarti saya tidak mengapresiasi karya agung Tuhan melalui ciptaanNya yaitu kalian sebagai ciptaan yang hidup dan mampu berpikir. Oleh karena itu, saya sangat mengijinkan untuk memberi komentar, masukan, memberi ide, bahkan mengkritisi setiap informasi yang anda terima."

Wednesday, March 16, 2016

The reason why I made a new blog

Actually I have been a blogger since I was in high school but I decided to delete my old blog because of some reasons that I can't explain here. Recently, I realize that I need a blog to satisfy my desire in writing hehehe. I have so many ideas in my mind that I need to share with the people around me. I hope it will be a help for them event though I'm not sure about that but I will try to write again to collect some data or information that someday I think will be useful for me or for others.

Without any doubt I decided to be a blogger. I hope you guys will enjoy ^_^